Badan Pusat Statistik (BPS) akan kembali mengadakan sensus ekonomi pada tahun 2026. Sensus ini rutin diadakan BPS setiap 10 tahun sekali sesuai dengan amanat pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997, sesuai kewajiban BPS untuk melakukan pendataan statistik dasar termasuk sensus ekonomi. Sensus ini penting untuk menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat dari seluruh sektor usaha, baik formal maupun informal serta menggali indentitas, struktur, dan tantangan usaha yang dijalaninya.
Bali menjadi salah satu provinsi yang akan melaksankaan Sensus Ekonomi 2026. Melihat perkembangan selama 10 tahun ke belakang, Sensus Ekonomi memainkan peran penting dalam melihat perkembangan kondisi ekonomi di Provinsi Bali. Terlebih dengan banyaknya peristiwa yang terjadi sejak pelaksanaan Sensus Ekonomi terakhir pada tahun 2016, menjadikan proses pemutakhiran data menjadi vital untuk memetakan kondisi terkini di masyarakat. Situasi Bali dalam proses perubahan ini cukup menarik perhatian. Terlebih, pada tahun 2020 sampai awal tahun 2022 Bali menjadi salah satu wilayah yang paling terdampak pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 yang salah satu penularannya melalui droplet yang mudah berpindah melalui kontak fisik membuat pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kebijakan ini membatasi mobilitas masyarakat sehingga tidak bisa dengan bebas berpindah wilayah. Bahkan beberapa kali peringatan hari raya keagamaan yang biasa mengumpulkan massa harus dilaksanakan dari rumah untuk menghindari kerumunan.
Pembatasan mobilitas masyarakat membuat usaha pariwisata di Bali sepi. Padahal, secara jelas Provinsi Bali mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber penyumbang Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar di Bali. Sektor pariwisata melalui usaha penyediaan akomodasi dan makan minum menyumbang sekitar 23,26% dari PDRB Provinsi Bali pada tahun 2019
Di tahun 2019 sebelum Covid-19 melanda, Bali mencatatkan puncak jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 6.275.210 wisatawan. Covid otomatis mematikan sektor pariwisata di Bali. Jumlah kunjungan dan jumlah pengunjung baik dari wisatawan nusantara (wisatawan domestik) maupun wisatawan mancanegara merosot tajam. Tempat-tempat makan dan rekreasi otomatis sepi dari pengunjung. Data dalam publikasi “Provinsi Bali Dalam Angka” terbitan BPS Bali tahun 2021 menyebut jumlah wisatawan mancanegara turun menjadi hanya 1.069.473 pengunjung di tahun 2020. Bahkan, di tahun 2021 jumlah wisatawan mancanegara hanya sebanyak 51 pengunjung akibat penutupan total akses wisatawan luar negeri ke Bali akibat penerapan PSBB oleh pemerintah.
Pandemi menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang masif bagi pelaku usaha sekitar, terutama mereka yang bekerja di sektor akomodasi dan penyediaan makan-minum. Ketiadaan wisatawan berimbas pada ketiadaan pendapatan. Warga pada masa itu menjadi perlu mencari peluang pekerjaan dan pendapatan lain untuk meminimalisasi dampak akibat pandemi Covid-19.
Jika melihat data di dalam “Provinsi Bali Dalam Angka” tahun 2024, bisa dikatakan sektor pariwisata di Bali kini sudah kembali pulih. Angka kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara sama-sama naik, bahkan di tahun 2024 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencatatkan angka 6.333.360 pengunjung, lebih banyak dibandingkan sebelum Covid-19 pada tahun 2019. Sebagai upaya pendataan statistik yang lebih komprehensif, Sensus Ekonomi tentu menyediakan lebih banyak ruang dan kesempatan untuk menggambarkan pengaruh pandemi terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali. Analisis statistik komprehensif lewat data yang dihimpun dalam Sensus Ekonomi tetap perlu dilakukan untuk memperoleh Gambaran utuh atas resiliensi sektor pariwisata sebagai sumber pendapatan terbesar Provinsi Bali.
Tantangan lain yang dihadapi oleh Sensus Ekonomi 2026 di Bali adalah terjadinya pergeseran pola ekonomi yang didominasi oleh kemunculan sektor ekonomi kreatif yang didorong oleh generasi muda. Masih dalam publikasi “Provinsi Bali Dalam Angka”, menunjukkan populasi kelompok pemuda berusia 15—30 tahun mempunyai persentase 22% dari total angkatan kerja di Bali. Ini menandakan bahwa generasi muda memiliki jumlah yang signifikan dalam menunjukkan pola ekonomi yang digandrungi oleh mayoritas masyarakat.
Pola ekonomi ini kian digandrungi sebab menawarkan harapan waktu kerja yang lebih fleksibel serta potensi pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan pekerjaan di sektor formal. Temuan ini juga didukung oleh komposisi tenaga kerja di bali yang masih didominasi oleh sektor informal, yakni sebesar 50,68%. Sektor informal di sini mencakup berusaha sendiri (18,41%), berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar (13,19%), pekerja bebas (6,15%), serta pekerja keluarga atau tidak dibayar (12,93%). Sebagai bentuk ekonomi baru yang mulai digandrungi, kendala definisi kerap menjadi permasalahan sebab pelaku ekonomi kreatif/ekonomi digital belum masuk ke salah satu kategori yang selama ini dipakai dalam Sensus Ekonomi sebelumnya.
Dengan temuan di atas, BPS diharapkan dapat mengembangkan instrumen dan variabel yang dapat menggambarkan pergeseran pola-pola ekonomi ini secara menyeluruh. Dari pelaksanaan Sensus Ekonomi Tahun 2016 pemerintah sudah mulai mencantumkan ekonomi digital sebagai salah satu fokus dalam pendataan. Tahun ini, upaya tersebut harus kembali diupayakan dengan lebih masif agar bisa mendapatkan gambaran utuh terhadap pola-pola ekonomi di masyarakat. Salah satu upaya inklusi ini bisa dengan menambahkan subsektor baru ekonomi kreatif dalam proses pendataannya.
Proses diseminasi informasi dan pendekatan data juga penting untuk diperhatikan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, terlebih generasi muda akan data yang dihasilkan oleh BPS. Pendekatan yang pas penting untuk mendorong partisipasi pemuda. Generasi muda yang didominasi oleh Gen Z kini sudah terpapar konten-konten digital dengan fase yang cepat, sehingga informasi membajir hingga menyebabkan overload informasi. Penyampaian pesan kini tidak bisa dilakukan hanya dengan memperhatikan standar dan tata laku yang baku. Ia juga harus memperhatikan aspek-aspek lain untuk menggaet perhatian audiens agar pembaca dapat memahami nilai dari konten yang dibuat oleh BPS.
Melihat uraian di atas, kini terlihat pelaksanaan Sensus Ekonomi Tahun 2026 menjadi sangat penting sebagai tolok ukur dalam berbagai perubahan yang terjadi selama 10 tahun belakangan. Rangkaian sensus harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip statistik sesuai dengan kaidah dan pedoman, dengan menyesuaikan proses diseminasi informasi agar dapat dipahami lebih mudah oleh masyarakat awam. Pelibatan generasi muda sebagai kelompok masyarakat yang mulai mendominasi komposisi penduduk menjadi kunci pelaksanaan Sensus Ekonomi yang sukses.